Kamis, Juli 10, 2025
Google search engine
BerandaOpini PublikBukan Milik Kita

Bukan Milik Kita

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا
Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya. [HR Muslim]

Manusia terlahir ke dunia tanpa membawa apa-apa dan ketika matipun juga tidak membawa apa-apa. Maka apa yang kita dapati adalah bukan milik kita, itu semua hanya titipan belaka. Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata :
مَا أَصْبَحَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ إِلَّا وَهُوَ ضَيْفٌ، وَمَالُهُ عَارِيَةٌ، فَالضَّيْفُ مُرْتَحِلٌ، وَالْعَارِيَةُ مَرْدُودَةٌ
Tidaklah seseorang memasuki pagi hari kecuali dia adalah seorang tamu dan hartanya adalah pinjaman. Maka tamu itu akan pergi, dan pinjaman itu akan dikembalikan.” [Ihya Ulumuddin]

Sumber masalah terbesar di dunia adalah perasaan memiliki atas segala sesuatu. Seseorang akan menjadi sombong ketika memiliki dan menjadi frustasi dan stress ketika kehilangan. Dengan menyadari dan meyakini bahwa semua yang kita miliki hanya sebatas titipan, maka kita akan menjadi pribadi yang sabar ketika musibah datang. Anak, istri, ayah ataupun ibu, motor, mobil, sawah, toko, uang dan apapun itu yang kita miliki ketika pergi dan hilang dari kehidupan kita maka pada hakikatnya itu diambil sama pemiliknya. Allah SWT berfirman :
وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah SWT dan sesungguhnya kepada-Nya kita semua akan kembali”. [QS Al-Baqarah : 155-156].

Cara pandang seperti inilah yang dimiliki oleh Ummu Sulaim sehingga ia tegar dan sabar ketika kehilangan anak semata wayangnya. Iapun hendak menyadarkan sang suami, Abu Thalhah supaya mau menerima kenyataan bahwa anak kesayangannya wafat. Ummu Sulaim berkata :
أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ
Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan barang pinjaman mereka kepada penghuni suatu rumah, lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya, apakah mereka berhak untuk melarangnya?”
Maka Abu Thalhah menjawab : “Tidak.” Lalu Ummu Sulaim berkata: “Kalau begitu, bersabarlah dan harapkan pahala atas (wafatnya) anakmu.” [Shahih Muslim]

Memang demikianlah kenyataannya, Allah SWT berfirman :
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi”… [Al-Baqarah : 284]
Bahkan Allah juga menegaskan lagi hal itu pada QS An-Nisa’ : 131 dan 170, QS Yunus : 55, QS An-Nur : 64, QS Lukman : 26.
Dalam susunan ayat tersebut, terdapat “Taqdim Ma Haqquhu at-Ta’khir” (Mendahulukan apa yang semestinya diakhirkan) yaitu lafadz “Lillahi” dan hal itu di dalam Ilmu balaghah dipahami sebagai makna hanya. Maka ayat itu menegaskan bahwa hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi, Ya hanya milik Allah bukan milik manusia, bukan milikku, milikmu, milik mereka dan milik siapapun. Hanya milik Allah saja sehingga apapun yang kita sebut milik kita pada hakikatnya adalah milik Allah yang dipinjamkan kepada kita. Bahkan kita dengan badan dan ruh, itu bukanlah milik kita karena satu saat nanti akan kembali kepada pemiliknya. Dikatakan (oleh Sahabat Labid bin Rabi’ah RA) :
وَمَا الْمالُ وَالْأَهْلُوْنَ إِلَّا وَدائِعُ :: وَلَا بُدَّ يَوْماً أَنْ تُرَدَّ الوَدَائِعُ
“Tiadalah harta dan keluarga melainkan titipan. Dan pastilah titipan itu pada satu hari akan dikembalikan”. [Ihya Ulumiddin]

Di dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, pada ayat :
وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. [QS Al-Hadid : 7]
Al-Qurtubi menafsirkan dan berkata berkata :
دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ أَصْلَ الْمِلْكِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَأَنَّ الْعَبْدَ لَيْسَ لَهُ فِيهِ إِلَّا التَّصَرُّفُ الَّذِي يُرْضِي اللَّه
Ayat tersebut merupakan dalil bahwa kepemilikan asal (segala sesuatu) adalah milik Allah SWT, dan bahwa seorang hamba tidak memiliki (hak) di dalamnya kecuali sekadar melakukan pengelolaan (tindakan) yang diridlai Allah.”
Dan Al-Hasan berkata :
وَمَا أَنْتُمْ فِيْهَا إِلاَّ بِمَنْزِلَةِ النُوَّابِ وَالْوُكَلَاءِ
“Tidak lain kalian dalam urusan harta melainkan berposisi sebagai pengganti dan wakil”. [Al-Jami’ Li Ahkamil Quran]
Hal ini juga senanda dengan hadits utama di atas : “sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya”. [HR Muslim]
Imam Nawawi berkata : Makna dari “Mustakhlifukum” (menguasakan kepada kalian) adalah
جَاعِلُكُمْ خُلَفَاءَ مِنَ الْقُرُونِ الَّذِيْنَ قَبْلَكُمْ
Allah menjadikan kalian sebagai Khalifah (pengganti yang menguasai harta) dari orang-orang terdahulu [Syarah An-Nawawi]

Kesadaran yang sama dimiliki oleh Nabi Ayyub AS. Dan itu yang menjadi sah satu faktor kesabaran beliau ketika diuji dengan ujian yang besar. Dalan Tafsir Shawi dikisahkan bahwa Nabi Ayyub AS adalah orang yang kaya raya, Ia memiliki 500 bidang tanah (ladang), dan masing-masing diurus oleh 500 budak. Setiap budak memiliki istri, anak, dan juga harta sendiri. Ayyub juga memiliki banyak keluarga dan anak, baik laki-laki maupun perempuan.

Suatu kali ia mendengar para malaikat memuji Nabi Ayyub, maka Iblis pun merasa dengki dan berkata kepada Allah : “Tuhanku, aku telah memperhatikan hamba-Mu Ayyub, ia adalah orang yang bersyukur dan memuji-Mu. Namun, jika Engkau mengujinya, pasti ia akan berhenti bersyukur dan taat kepada-Mu.” Maka untuk membuktikan hal itu, Allah mengijinkan Iblis untuk mengujinya dengan membumi hanguskan semua hartanya. Setelah dilakukan, maka iblis dengan menyerupai manusia memberitahukan seluruh hartanya yang ludes itu untuk mengetahui respon Nabi Ayyub. Dan Iblispun termangu dengan jawabannya :
اَلْحَمْدُ للهِ هُوَ أَعْطَانِيْهَا وَهُوَ أَخَذَهَا
“Segala puji bagi Allah. Dialah yang dulu memberikannya kepadaku, dan Dialah yang mengambilnya.” [Hasyiyah Tafsir As-Shawi]

Orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa semuanya adalah titipan, mereka akan mendapatkan keistimewaan yang difirmankan oleh Allah SWT :
أُولَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS Al-Baqarah : 157].

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk menyadari bahwa semua yang kita punya pada hakikatnya hanya titipan belaka dan satu saat dikehendaki maka akan diambil pemiliknya, Allah SWT.

Penulis: Dr. H. Fathul Bari, S.S., M.Ag

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments