Kamis, Juli 10, 2025
Google search engine
BerandaJurnal HukumIntegritas dan Keadilan Guru: Mendidik dengan Nurani, Menolak dengan Berani

Integritas dan Keadilan Guru: Mendidik dengan Nurani, Menolak dengan Berani

Dr. Asep Tapip Yani / Ketua Umum DPP AKSI (Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia)

Di kelas itulah, nasib masa depan bangsa digoreskan. Tapi bukan hanya lewat materi pelajaran, melainkan lewat sikap, teladan, dan keputusan-keputusan kecil seorang guru setiap harinya. Ketika nilai bisa dibeli, dan gratifikasi dibungkus “terima kasih”, guru ditantang untuk tetap waras di tengah gila. Tetap adil di tengah bias. Tetap tegak di tengah arus.

APA ITU INTEGRITAS GURU?

Secara etimologis, integritas berasal dari kata Latin “integer” yang berarti utuh, tidak pecah, dan tidak terbagi. Maka guru yang berintegritas adalah guru yang utuh selaras antara kata, pikiran, dan perbuatan. Ia tidak memainkan dua wajah: satu untuk murid, satu untuk sistem. Ia tidak mengajar kejujuran tapi diam-diam ikut menyiasati angka-angka.

Menurut Stephen Covey, “Integrity is telling myself the truth. And honesty is telling the truth to other people.” Guru berintegritas bukan hanya tidak berbohong pada orang lain, tapi juga tidak membohongi dirinya sendiri.

MENJUNJUNG PRINSIP KEADILAN

Keadilan bukan memberi semua murid nilai yang sama, tapi memberi setiap murid perlakuan yang setara berdasarkan kebutuhannya. Seorang guru harus mampu bersikap adil:

  • Dalam menilai, bukan berdasar suka-tidak suka.
  • Dalam memberi perhatian, bukan karena murid itu anak pejabat atau donatur sekolah.
  • Dalam memberi hukuman, bukan karena tekanan dari orang tua yang merasa “berpengaruh”.

Keadilan dalam kelas bukan utopia. Ia bisa dimulai dari cara guru menyusun soal ujian yang proporsional, memperlakukan murid yang kesulitan belajar dengan empati, hingga menolak semua bentuk “titipan nilai”.

“Kejujuran dan keadilan tak bisa diajarkan lewat lisan. Ia hanya bisa diwariskan lewat perilaku nyata.”

MENOLAK GRATIFIKASI: TANGGUNG JAWAB MORAL DAN HUKUM

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12B menyebutkan bahwa:

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.”

Guru, sebagai ASN (atau mitra negara), wajib menolak segala bentuk gratifikasi. Meskipun “bungkusan lebaran”, “oleh-oleh orang tua”, atau “amplop kecil” sering dibungkus dalam kultur basa-basi dan eufemisme “terima kasih”, ini berpotensi menjadi jebakan etik dan hukum.

Integritas dimulai dari keberanian menolak dengan sopan. Bukan karena anti sosial, tapi karena ingin jujur dan netral dalam tugas.

PERSPEKTIF TEORITIK
  • Etika Deontologis (Immanuel Kant): Tindakan dianggap benar bukan karena hasilnya, tapi karena prinsip moral yang mendasarinya. Maka menolak gratifikasi adalah tindakan bermoral, bahkan jika itu membuat guru dikucilkan dari “komunitas amplop”.
  • Teori Keadilan (John Rawls): Prinsip keadilan sosial harus mengutamakan mereka yang paling lemah. Dalam konteks pendidikan, guru harus memihak murid yang kesulitan, bukan yang menyenangkan mata atau dompet.
  • Teori Teladan (Bandura): Anak belajar dari meniru. Integritas guru akan ditiru oleh murid. Kalau guru bermain curang, maka murid akan belajar bahwa ketidakjujuran itu bisa dinegosiasikan.
PERSPEKTIF EMPIRIK

Penelitian Kemendikbudristek (2022) menunjukkan bahwa:

  • Lebih dari 40% guru pernah ditawari bentuk “gratifikasi ringan” oleh orang tua murid.
  • Namun, guru yang memiliki pelatihan rutin tentang etika profesi 4x lebih besar kemungkinannya untuk menolak gratifikasi secara tegas.
  • Sekolah yang punya budaya transparansi dan saling mengingatkan antar guru cenderung lebih sehat secara moral.

Maka budaya sekolah yang sehat bukan dibentuk oleh sistem, tapi oleh keberanian individu yang terus memilih jujur meski sepi.

KUTIPAN-KUTIPAN REFLEKTIF

“Kalau guru bisa dibeli, maka murid akan percaya bahwa harga diri pun bisa dinego.”

“Amplop kecil hari ini bisa jadi penjara batin besok.”

“Menjadi guru bukan hanya profesi, tapi pilihan jalan hidup: menyalakan akal, menjaga nurani.”

PRINSIP INTEGRITAS DAN KEADILAN GURU
INTEGRITAS GURUKEADILAN DALAM KELAS
Konsisten nilai & tindakanMenolak gratifikasi Tidak manipulatifTransparan & jujurMenilai tanpa biasPerlakuan proporsionalMemihak murid terlemahTidak diskriminatif
EPILOG: GURU SEBAGAI HAKIM DAN PELITA

Di kelas, guru bukan hanya pengajar. Ia adalah hakim kecil yang menentukan siapa yang pantas naik kelas, siapa yang mendapat apresiasi. Dan di luar kelas, ia adalah pelita kecil yang terus berjalan di antara lorong panjang sistem yang kadang gelap dan menggoda.

Kalau semua profesi boleh goyah, guru harus tetap tegak. Karena kalau guru roboh, seluruh generasi ikut runtuh.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments