Kamis, Juli 10, 2025
Google search engine
BerandaPendidikanHubungan Antara Profesi Guru, Ketika Etika, Martabat dan Musyawarah Menjadi Nafas Profesi

Hubungan Antara Profesi Guru, Ketika Etika, Martabat dan Musyawarah Menjadi Nafas Profesi

Oleh: Dr. Asep Tapip Yani  (Ketua Umum DPP AKSI / Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia)

Kalau peserta didik adalah benih masa depan, maka guru adalah tanahnya. Tapi apa jadinya jika tanah saling gugat, saling tanding, saling jegal?

Hubungan antar sesama guru baik dalam satu sekolah maupun lintas sekolah adalah urat nadi dari kesehatan ekosistem pendidikan. Maka, penting banget kita bahas soal bagaimana etika, musyawarah, dan solidaritas profesi jadi roh dari kebesaran profesi guru.

“Profesi yang besar tidak dibangun dari banyaknya sertifikat, tapi dari kuatnya kepercayaan dan saling dukung di antara anggotanya.”

Etika Profesional: Bukan Cuma Aturan, Tapi Nilai Yang Hidup

Etika profesi guru bukan sekadar pasal dalam kode etik, tapi wujud dari kesadaran batin: bahwa kita tak bisa saling menjatuhkan, memfitnah, atau bersaing tidak sehat, hanya demi posisi atau citra pribadi.

Teori pendukung: Etika Deontologis (Kantian Ethics) – Tindakan moral harus dilandasi kewajiban dan martabat, bukan sekadar hasil.

Kantian ethics adalah teori etika yang dikembangkan oleh Immanuel Kant. Teori ini berfokus pada prinsip moral universal yang harus diikuti oleh semua manusia, tanpa memandang konsekuensi atau hasil. Kantian merujuk pada filosofi Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman yang hidup pada abad ke-18. Kant dikenal karena kontribusinya pada bidang etika, metafisika, epistemologi, dan estetika
Prinsip utama dalam Kantian ethics adalah “kategorikal imperatif” (categorical imperative), yang menyatakan bahwa seseorang harus bertindak berdasarkan prinsip moral yang dapat dijadikan sebagai hukum universal. Kant merumuskan kategorikal imperatif dalam beberapa formula, antara lain:
1. Bertindaklah hanya berdasarkan prinsip yang dapat dijadikan sebagai hukum universal.
2. Perlakukanlah manusia sebagai tujuan, bukan sebagai sarana.
Kantian ethics menekankan pada pentingnya melakukan tindakan yang benar karena kewajiban moral, bukan karena konsekuensi atau hasil. Teori ini juga menekankan pada pentingnya menghormati martabat dan otonomi manusia. Kantian ethics memiliki pengaruh besar pada berbagai bidang, termasuk etika, hukum, dan politik. Teori ini juga menjadi dasar bagi banyak diskusi etika modern.
Beberapa konsep kunci dalam filosofi Kantian antara lain:
1.    Kategorikal imperatif: Kant mengembangkan konsep “kategorikal imperatif” sebagai prinsip moral universal yang harus diikuti oleh semua manusia.
2.    Etika deontologi: Kantianisme menekankan pada pentingnya melakukan tindakan yang benar karena kewajiban moral, bukan karena konsekuensi atau hasil.
3.    Kritik metafisika: Kant mengembangkan kritik terhadap metafisika tradisional dan memperkenalkan konsep “noumenon” (sesuatu yang tidak dapat diketahui secara langsung) dan “fenomenon” (penampakan sesuatu yang dapat diketahui secara langsung).
Filosofi Kantian memiliki pengaruh besar pada berbagai bidang, termasuk etika, hukum, dan politik. Beberapa contoh aplikasi filosofi Kantian antara lain:
1.    Etika bisnis: Kantianisme dapat digunakan untuk mengembangkan prinsip etika bisnis yang berbasis pada kewajiban moral.
2.    Hukum: Kantianisme dapat digunakan untuk memahami prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
3.    Politik: Kantianisme dapat digunakan untuk memahami prinsip hubungan internasional dan keadilan global.
Dengan demikian, Kantianisme merupakan filosofi yang kompleks dan memiliki aplikasi luas dalam berbagai bidang.
Prinsip hubungan etis antar guru:
  • Menjaga nama baik rekan sejawat, di dalam maupun luar sekolah.
  • Tidak mengumbar kekurangan kolega kepada publik atau siswa.
  • Menghargai perbedaan gaya mengajar tanpa menghakimi.

“Jangan meremehkan guru lain hanya karena berbeda gaya, karena murid butuh warna yang beragam untuk tumbuh.” — Ki Hajar Dewantara

Musyawarah Dan Mufakat: Solusi Yang Menghormati Semua Suara

Pendidikan adalah ruang yang kompleks, penuh gesekan dan ketidaksepahaman. Tapi konflik tidak harus dihadapi dengan adu mulut atau silent treatment. Musyawarah adalah warisan budaya yang justru sangat modern bila dijalankan dengan tulus.

Teori relevan: Conflict Resolution by Dialogue (Thomas-Kilmann Model). Menyelesaikan perbedaan dengan kolaborasi menghasilkan solusi win-win, bukan menang-kalah.

 Praktik konkret:

  • Rapat guru bukan sekadar formalitas, tapi ruang saling terbuka dan bersepakat.
  • Tim kecil penengah masalah di sekolah bisa membantu memediasi tanpa menunggu intervensi atasan.
  • Pengambilan keputusan kolektif lebih diterima dan tahan lama dibanding keputusan sepihak.

“Bermusyawarah itu bukan agar semua setuju, tapi agar semua merasa dihargai.” — Buya Hamka

Solidaritas Profesi: Kita Bisa Kuat Karena Tidak Sendiri

Profesi guru terlalu berat jika ditanggung sendiri. Kita butuh dukungan moral, ilmu, dan motivasi dari sesama sejawat. Di sinilah pentingnya:

  • Saling menguatkan di saat salah satu merasa gagal.
  • Tidak menjadi penonton saat ada guru lain ditekan, diadu, atau difitnah.
  • Menghadirkan ruang saling asah antar profesi dalam MGMP, komunitas belajar, atau forum guru merdeka.

Studi empiris:

Laporan UNESCO 2023 menunjukkan bahwa sekolah dengan budaya kolaboratif dan solid antar guru memiliki:

  • Iklim sekolah lebih sehat (+40%)
  • Kepuasan kerja guru lebih tinggi
  • Tingkat dropout siswa lebih rendah

 “Kita adalah satu tubuh. Bila satu guru dipermalukan, seluruh profesi tercoreng.” — Nel Noddings, tokoh filsafat pendidikan feminis.

Hubungan Antar Profesi Guru 
Etika Profesional:
- Tidak saling menjatuhkan
- Saling menghormati perbedaan gaya
Musyawarah:
 - Rapat jadi ruang solusi, bukan drama 
|- Pengambilan keputusan kolektif 
Solidaritas:
- Saling bantu, bukan saling adu 
- Berbagi ilmu lewat komunitas profesi

Hubungan antar profesi guru bukan sekadar “yang penting gak ribut”. Tapi harus aktif ditumbuhkan lewat kepekaan, kejujuran, dan kemauan saling menguatkan. Karena sesama guru adalah sesama pejuang peradaban.

“Kalau kita saling tikam, murid akan jadi korban. Tapi kalau kita saling rangkul, masa depan akan lebih utuh.” — Asep Tapip Yani

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments