Senin, April 28, 2025
Google search engine
BerandaPendidikanKembali ke Buku: Membangun Ketahanan Sistem Pendidikan di Tengah Ancaman Zero Day...

Kembali ke Buku: Membangun Ketahanan Sistem Pendidikan di Tengah Ancaman Zero Day Attack

Arum Rumaesih

Fellowship Indonesia School on Internet Governance

Masyarakat Indonesia yang didominasi terutama oleh generasi muda, hidup dalam dunia yang nyaris tak terpisahkan dari perangkat digital. Penggunaan perangkat digital tergolong sangat masif, khususnya pada sektor pendidikan. Di ruang kelas, guru mengajar menggunakan proyektor, siswa mengerjakan tugas lewat smartphone, dan banyak tugas atau pekerjaan rumah siswa yang musti dikerjakaan menggunakan perangkat digital.

Salah satu mementum yang memicu masyarakat lekat dengan penerapan perangkat digital dalam kehidupannya adalah Pandemi Covid-19. Pandemi mempercepat digitalisasi pendidikan secara drastis dan menjadikan perangkat digital bukan sekadar alat bantu, melainkan tumpuan utama pembelajaran dengan mengadaptasi sistem daring dalam kegiatan pembelajaran. Sayangnya, jarang disadari bahwasannya dibalik kemudahan yang ditemui dalam kehidupan masyarakat, tersembunyi ancaman besar di bidang siber yang belum banyak disadari oleh masyarakat, salah satunya fenomena yang bernama zero day attack.

“Semua sistem sedang berjalan normal, sampai mereka tidak.”

Begitulah kutipan dari serial thriller “Zero Day” di Netflix yang menggambarkan bagaimana serangan siber bisa melumpuhkan sebuah negara tanpa satu peluru pun ditembakkan. Konon hal tersebut merupakan gambaran nyata dari dampak fenomena zero day attack. Zero day attack adalah serangan siber yang memanfaatkan celah keamanan yang belum terdeteksi oleh pengembang sistem. Jika celah ini menyerang sistem pendidikan seperti platform belajar daring, ujian berbasis komputer, atau basis data siswa, berpotensi memberikan efek destruktif. Aktivitas belajar menjadi lumpuh, akses informasi hilang, dan kepercayaan publik terhadap sistem digital pun menjadi luntur.

Bayangkan jika suatu hari seluruh sistem e-learning nasional lumpuh. Siswa tidak bisa mengakses materi, guru tidak bisa menilai, dan assesmen berbasis nasional terhenti. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan Indonesia yang terlanjur bergantung penuh pada teknologi digital akan berada dalam posisi rapuh.

Langkah Negara Swedia yang baru-baru ini yang sangat progressif dengan membatasi penggunaan perangkat digital di sekolah layak menjadi rujukan. Pemerintah Swedia sadar bahwasannya perangkat digital bukan satu-satunya masa depan tumpuan penyelenggaran sistem pendidikan. Swedia mengalihkan kebijakan Investasinya ke buku fisik, perpustakaan sekolah, dan penguatan metode analog.

Tujuannya bukan untuk bernostalgia, namun membangun resiliensi kemampuan bertahan dalam situasi darurat, termasuk ketika sistem digital diserang seperti zero day attack..

Indonesia perlu mempertimbangkan mengadopsi pendekatan yang serupa. Terlalu banyak sekolah yang dipaksa digitalisasi tanpa kesiapan infrastruktur, guru, dan ekosistem pendukung. Dalam kondisi seperti ini, pendekatan hibrida yang menyeimbangkan metode digital dan analog, justru menjadi kunci membangun sistem pendidikan berbasis keberlanjutan. Kita membutuhkan metode alternatif yang berfungsi selaku jaring pengaman ketika jaringan internet mati, kita membutuhkan buku ketika server jatuh dan juga kita butuh guru atau pedagog yang mampu mengajar secara inovatif tanpa tergantung aplikasi.

Pada intinya, sistem pendidikan nasional tak boleh tergantung pada satu titik rawan seperti infrastruktur digital. Sebagaimana hebatnya teknologi, tetap tergolong rentan terhadap gangguan, ancaman, dan serangan. Oleh Karena itu, langka pembatasan perangkat digital di ruang kelas seharusnya tidak dilihat sebagai kemunduran, tetapi sebagai investasi cerdas untuk masa depan pendidikan yang tahan guncangan. Sudah waktunya Indonesia menyusun ulang peta jalan digitalisasi pendidikannya, dari yang serba digital menjadi yang berimbang, adaptif, tangguh dan resilien.

https://www.koransinarpagijuara.com/2022/06/26/media-cetak-diprediksi-lebih-menyehatkan-akal-pikiran-dibandingkan-media-sosial/
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments