Senin, April 28, 2025
Google search engine
BerandaOpini PublikDunia Tanpa Jiwa: Ketika Semua Hal Harus Ada Nilainya

Dunia Tanpa Jiwa: Ketika Semua Hal Harus Ada Nilainya

Oleh: Asep Tapip Yani

(Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta)

Refleksi tentang Kapitalisme Emosional dan Komodifikasi Makna

Mereka menimbang cinta dengan saldo,
Menakar pertemanan dengan koneksi.
Yang tak menguntungkan, dibuang.
Yang tak viral, dilupakan.

Di dunia seperti ini,
Jiwa bukan lagi pusat,
Tapi korban.

Segalanya Harus Bernilai: Kapitalisme Total

Kita hidup di era ketika semua hal harus bisa diuangkan:

  • Hobi? Dijadiin side hustle.
  • Teman? Harus punya manfaat.
  • Tubuh? Dijual lewat endorse.
  • Emosi? Dijadikan konten.

Apa yang tak menghasilkan uang… dianggap tak berguna.

“Jika semua hal harus dijual, maka apa yang tersisa dari kemanusiaan?”

Jiwa Manusia Diperlakukan Seperti Produk

Coba lihat CV hari ini:
Anda bukan siapa anda sebenarnya, tapi apa yang anda capai.
Skill, sertifikat, followers, jam terbang.
Hati anda gak masuk dalam daftar.

Kita pun memperlakukan diri seperti merek:

  • Personal branding
  • Market value
  • Emotional selling point

“Manusia bukan lagi makhluk hidup, tapi proyek pemasaran.”

Cinta pun Kini Ada Harganya

Yang ganteng dapet lebih banyak peluang.
Yang cantik ditaksir lebih banyak brand.
Yang sederhana? Di-skip.

Cinta tak lagi soal hati. Tapi siapa yang paling presentable.
Lamarannya bukan puisi, tapi power point.
Mertuanya bukan tanya visi hidup, tapi gaji dan tunjangan hari tua.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pikiran Jadi Mesin Produksi

Kreativitas hari ini bukan buat ekspresi… tapi buat monetisasi.
Menulis, melukis, bermain musik semua harus dijadikan sumber penghasilan.
Kita kehilangan hak untuk mencipta demi jiwa.
Yang tak cuan, dibuang.

“Kebebasan kreatif digantikan oleh tuntutan pasar. Hati dibungkam oleh algoritma.”

Bahkan Agama Dijual

Ada ustadz viral, bukan karena ilmunya dalam,
tapi karena tampilannya menarik.
Ada ceramah dikemas seperti branding spiritual.

Padahal agama bukan konten.
Ia cahaya, bukan produk.
Ia penuntun jalan, bukan alat pengaruh.

“Mereka membeli kehidupan dunia dengan agama mereka…” (QS. Al-Baqarah: 86)

Dunia Tanpa Jiwa Itu Dingin

Saat semua hal harus berguna,
kita kehilangan kemampuan untuk mencintai yang sederhana.

  • Tertawa tanpa direkam
  • Menangis tanpa penonton
  • Memaafkan tanpa diumumkan
  • Berbuat baik tanpa ekspektasi

“Jiwa yang sehat bukan yang paling kaya datanya,
tapi yang paling ringan hatinya.”

Nilai yang Menghapus Makna

Ironi terbesar: manusia menciptakan nilai untuk mengatur hidup, tapi akhirnya hidupnya dikendalikan nilai itu.

Yang tak menguntungkan dibuang.
Yang tak viral tak dianggap.
Yang tak dinilai, dianggap tak ada.

Itulah dunia tanpa jiwa.
Dunia di mana pohon pun ditebang karena tak menghasilkan buah, padahal rindangnya sudah cukup menyelamatkan kita dari panas hidup.

Pamrih

Mereka memetik bunga, bukan karena harum,
Tapi karena bisa dijual.
Mereka menatap langit,
Tapi hanya jika bisa jadi background story yang menjual.

Di dunia ini,
Bahkan keheningan harus punya tujuan.
Dan cinta… harus punya proposal.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments