Senin, April 28, 2025
Google search engine
BerandaJurnal HukumMenjatuhkan Orang Lain: Olahraga Moral yang Menyakiti Diri Sendiri

Menjatuhkan Orang Lain: Olahraga Moral yang Menyakiti Diri Sendiri

Oleh: Asep Tapip Yani

(Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta)

Tentang ironi menjatuhkan orang lain demi naik pangkat imajiner. Karma tidak pakai GPS, tapi selalu nyampe. “Menjatuhkan orang lain tidak akan membuatmu lebih tinggi. Justru memperlihatkan seberapa dalam jurang moral yang kau tinggali.”

Tinggi Itu Relatif, Tapi Moral Itu Mutlak

Kita hidup di dunia yang aneh. Di mana orang merasa makin tinggi ketika berhasil menjatuhkan orang lain. Padahal, hukum gravitasi sosial bekerja beda dengan Newton: yang kau dorong jatuh, akan menarikmu bersamanya… ke bawah. Ke dalam lumpur mental, ke rawa ego, ke jurang akhlak.

Kita tahu, dalam dunia semut, bahkan mereka kerja sama ngangkat remah roti. Tapi di dunia manusia, kadang remah pujian pun diperebutkan sambil saling injak. Ironisnya: semakin sering kita injak orang, makin jelas kita sebenarnya berdiri di tanah yang keropos.

Karma Bukan Tukang Pos, Tapi Selalu Tepat Waktu

Kita boleh jago bikin orang jatuh. Kita bisa manipulatif, bikin skenario busuk, jadi penulis naskah tragedi hidup orang lain. Tapi kita harus tahu, semesta punya sistem pelacakan canggih: Karma Delivery Service. Tanpa perlu nomor resi, tanpa delay. Gak salah alamat.

“Orang yang sibuk menggali lubang untuk orang lain, biasanya lupa dia juga berjalan mundur.”

Kita nyebar fitnah? Tunggu aja, hidup kita akan didefinisikan oleh kebohongan yang kita buat. Kita menjegal orang? Siap-siap jatuh sendiri, bukan karena dijegal balik, tapi karena lupa jalan sendiri sambil sibuk ngatur orang jatuh.

Membangun Lebih Sulit, Tapi Lebih Abadi

Kita bisa bangun gedung pencakar langit dengan menjatuhkan satu demi satu rumah orang lain. Tapi itu bukan pembangunan, itu perusakan yang berkedok ambisi. Keberhasilan yang sah lahir dari proses. Keringat, sabar, doa, kegagalan, bangkit, gagal lagi, belajar lagi—itu resepnya.

Mau jadi tinggi? Bikin tangga sendiri, jangan bongkar jembatan orang lain. Karena kalau kita berhasil naik pun dari menjatuhkan orang, kita akan selalu merasa dikejar ketakutan: “Gimana kalau saya dijatuhkan juga?” dan percaya deh, hidup dalam paranoia itu, lebih menyakitkan dari gagal.

Kadang Karma itu Kita Sendiri

Kita tahu, kadang karma bukan datang dari luar. Kadang, kita sendiri yang jadi karma buat diri kita. Setiap kejahatan kecil yang kita lakukan hari ini, akan nempel di jiwa kita. Ngerusak kualitas tidur kita. Menghantui relasi kita. Merusak rasa percaya diri kita pelan-pelan.

Moral itu bukan hanya buat dilihat orang. Moral itu cermin—kalau pecah, wajah kita akan kelihatan retak juga.

Epilog: Mari Berdiri, Bukan Menginjak

Jangan jadi penebang pohon di hutan kompetisi. Jadilah matahari di ladang potensi. Biar semua orang tumbuh bersama, subur, dan kuat. Karena pada akhirnya, keberhasilan sejati bukan tentang siapa yang kalah, tapi tentang siapa yang bisa membawa lebih banyak orang naik bersamanya.

“Ketinggian sejati adalah ketika kau mampu mengangkat orang lain bersamamu, bukan menjatuhkan mereka di belakangmu.”

Di sebuah negeri fiktif bernama Egoistan, ada lomba panjat sosial. Tapi anehnya, semua peserta sibuk menginjak peserta lain. Akhirnya… semua terjatuh bersama. Sementara itu, satu orang di luar arena, diam-diam membangun tangga. Dan tanpa sorak-sorai, dialah yang sampai ke puncak.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Kebaikan Harta

Jurnalism Next Gen

Recent Comments