Oleh: Asep Tapip Yani
(Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta)
Senyum dipoles, bukan karena bahagia,
Tapi agar dunia percaya.
Sukses diumumkan ke semua mata,
Padahal batin sedang terluka.
Ini bukan hidup,
Ini panggung besar bernama eksistensi yang dipinjam.
Sukses: Definisi yang Dipaketkan Dunia
Sejak kecil kita dijejali:
- Nilai tinggi = hebat
- Jabatan tinggi = keren
- Gaji besar = sukses
- Rumah mewah = hidup ideal
Kita hafal skripnya. Tapi gak pernah nanya: “Apa itu sukses buat gue pribadi?”
Kita sibuk mengejar versi sukses orang lain, sampai lupa menyusun versi bahagia untuk diri sendiri. “Mereka punya semuanya, tapi kehilangan alasan untuk tersenyum.”
Bahagia? Tunggu Nanti Kalau Sudah…
Bahagia jadi target yang selalu ditunda:
- “Nanti kalau gue naik pangkat”
- “Nanti kalau udah nikah”
- “Nanti kalau anak udah sukses”
- “Nanti kalau pensiun”
Tapi “nanti” itu ternyata gak pernah datang. Karena saat satu pencapaian diraih, target baru langsung dipasang. Kita gak dikasih waktu buat menikmati.
“Manusia modern lebih takut terlihat gagal, daripada benar-benar gagal.”
Semua Orang Jadi Aktor, Hidup Jadi Konten
Hari ini, kita bukan cuma hidup, tapi mengkurasi hidup.
- Upload senyum, sembunyikan tangis.
- Pamer prestasi, pendam luka.
- Like jadi candu.
- Validasi jadi candera jiwa.
“Mereka tidak lagi bertanya ‘siapa aku?’, tapi ‘bagaimana aku terlihat oleh orang lain?’”
Kita rela merusak keaslian, demi dianggap penting oleh orang yang tidak akan mengingat kita lima menit kemudian.
Bahagia Tak Lagi Diukur Oleh Hati
Bahagia hari ini kayak saham. Volatile.
Tergantung views, likes, undangan, penghargaan.
Padahal hakikat bahagia itu: damai saat sendiri, jujur pada diri, bersyukur dalam sunyi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah kekayaan itu karena banyak harta, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari & Muslim)
Sukses yang Tak Menyelamatkan
Apa gunanya sukses yang bikin lo jauh dari anak lo?
Apa artinya karier hebat kalau rumah lo jadi sepi?
Apa maknanya pencapaian kalau jiwa lo rapuh dan kosong?
Kadang, jalan paling sukses…
adalah jalan pulang ke hati sendiri.
“Jika bahagia adalah rumah, maka Tuhan adalah arsiteknya.”
Puncak yang Tidak Pernah Ada
Bayangkan manusia mendaki tangga panjang,
melewati ribuan anak tangga penuh perjuangan.
Saat dia sampai puncak…
Dia sadar: tangga itu bersandar di tembok yang bukan miliknya.
Itulah sukses modern membanggakan sesuatu yang tak membuatmu pulang ke dirimu sendiri.
Pada Angin
Mereka memuja sukses,
Tapi lupa merawat hati.
Mereka kejar tepuk tangan,
Tapi tak pernah memeluk diri sendiri.
Lalu di puncak yang sunyi,
Mereka bisik lirih pada angin,
“Aku sukses, tapi mengapa aku tetap merasa hilang?”