Oleh: Asep Tapip Yani
(Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta)
“Simfoni Dunia”
Langit melukis jingga di ujung senja,
Daun gugur menari dalam diamnya,
Samudera berzikir dengan deburnya,
Gunung bersujud dalam sunyinya.
Dunia ini bukan sekadar benda,
Ia berbicara pada hati yang terbuka,
Menyentuh jiwa yang tak buta rasa,
Menjadi ayat bagi yang ingin membaca.
Pendahuluan
Dunia ini adalah panggung megah, luas tak terukur, megah tak tertandingi. Ia adalah hamparan keindahan yang menghimpun langit dan bumi, gunung dan samudera, bunga dan bintang, tawa dan tangis. Tapi di balik segala pesonanya, dunia hanyalah bayangan yang fana. Ia memesona, namun menipu. Ia menggoda, namun sementara. Dalam firman-Nya, Allah mengingatkan:
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian serta berlomba dalam kekayaan dan anak-anak.”
— (QS. Al-Hadid: 20).
Ayat ini bukan sekadar nasihat, tapi peringatan filosofis tentang tabiat dunia: ia indah, tapi tidak kekal. Ia menggoda, tapi bukan tujuan.
Keindahan dunia bukanlah fatamorgana. Ia nyata, terasa, terlihat, dan terkadang membuat kita terlena. Setiap helai daun, setiap tetes hujan, setiap desah angin membawa pesan: bahwa Tuhan menciptakan bumi bukan hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga sebagai ruang kontemplasi, ruang pengabdian, dan ruang ujian. Dalam Al-Qur’an, Allah sering menggambarkan dunia sebagai tempat yang indah namun sementara:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”— (QS. Ali Imran: 14).
Dunia: Panggung Maha Karya
Secara ilmiah, keindahan dunia adalah hasil keteraturan hukum alam yang presisi. Atmosfer menjaga kehidupan, air mengalir dari langit ke bumi, tumbuhan menyaring udara, hewan menyeimbangkan ekosistem. alam semesta ini tersusun dalam harmoni sempurna. Matahari terbit dengan presisi, musim berganti dalam siklus yang pasti, bunga bermekaran mengikuti perintah genetika dan cahaya. Sains membuktikan bahwa keteraturan ini bukan kebetulan, melainkan hasil rekayasa yang agung. Di situlah keindahan dunia memancarkan sinyal ilahiah—bahwa ada Zat yang Maha Mengatur segalanya.
Bukit-bukit menari di bawah langit senja. Ombak berdebur seirama degup jantung bumi. Angin menyampaikan pesan dari barat ke timur, dari utara ke selatan. Di tiap desah dedaunan, Tuhan berbisik. Di tiap tetes embun, Ia hadir dalam diam. Inilah simfoni semesta yang saling terhubung, satu sistem besar yang saling menopang.
Para ilmuwan seperti Carl Sagan menyebut bumi sebagai “pale blue dot” yang rapuh namun luar biasa. Dalam konteks teologis, ini bukan sekadar kebetulan, tapi tanda kebesaran Allah. Firman-Nya:
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
— (QS. Adz-Dzariyat: 20-21)
Perhiasan Dunia: Antara Nikmat dan Tipuan
Dunia menawarkan beragam “perhiasan”: harta, jabatan, kemewahan, teknologi, estetika. Dalam pandangan sosiologis, ini memengaruhi perilaku manusia: konsumerisme, hedonisme, kompetisi status. Namun, Islam menempatkan semuanya dalam kerangka nilai: halal, barakah, dan amanah.
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (penuh pesona). Dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat.” — (HR. Muslim)
Para ulama menyarankan: cintai dunia secukupnya, gunakan ia sebagai jalan menuju akhirat. Bukan untuk diperbudak, tapi dimanfaatkan.
Keindahan yang Abadi: Jiwa dan Amal
Bahkan dalam dunia yang indah, ada hal yang lebih indah dari semua perhiasan luar: yaitu amal, akhlak, dan kebeningan hati. Dunia akan pudar, tapi amal akan kekal. Seperti kata pepatah Arab: “Ad-dunya mazra’atul-akhirah” – Dunia adalah ladang bagi akhirat. Bagi yang mengerti, keindahan bukan soal visual, tapi nilai. Orang miskin tapi tulus lebih indah daripada raja yang angkuh. Perhiasan sejati bukan emas, tapi kebaikan.
Keindahan Jiwa: Perhiasan Hakiki
Sesungguhnya perhiasan dunia yang sejati bukanlah yang tampak oleh mata, melainkan yang terasa oleh jiwa. Kebaikan hati, kejujuran, kasih sayang, ketulusan, dan amal saleh—itulah perhiasan abadi. Dunia bisa memperindah raga, tapi hanya iman dan akhlak yang bisa memperindah jiwa.
Dunia hanyalah ladang, bukan istana. Tempat bertanam, bukan tempat menetap. Ibnul Qayyim berkata, “Hati yang terpaut pada dunia, akan berat melangkah ke akhirat.”
Karena itu, keindahan dunia harus dilihat sebagai tanda, bukan tujuan. Ia adalah ayat-ayat Tuhan yang terbentang, bukan berhala yang disembah.Berikut ini elemen-elemen keindahan dunia yang memesona dan menggugah jiwa:
Elemen Dunia | Makna Filosofis & Spiritualitas |
Langit dan Bintang | Harapan, keterhubungan kosmik |
Laut dan Ombak | Ketenangan & kekuatan, kebesaran Ilahi |
Pegunungan | Keteguhan, keagungan pencipta |
Taman dan Bunga | Kehidupan, cinta, kefanaan |
Anak-anak dan Tawa | Kesucian, fitrah, ketulusan |
Musik dan Nada | Ekspresi rasa, resonansi hati |
Cinta yang Tulus | Perhiasan jiwa, keindahan abadi |
Ilmu dan Cahaya | Hidayah, pembebasan dari kebodohan |
Amal dan Doa | Investasi akhirat, kecantikan batin |
Perhiasan Dunia yang Menipu
Dunia ini tidak hanya cantik, tapi juga penuh godaan. Ia menampilkan perhiasan dalam bentuk kekuasaan, harta, kecantikan, popularitas—semua yang memikat nafsu manusia. Namun, seperti kata Imam Al-Ghazali, “Hati yang terlalu terpaut pada dunia adalah hati yang akan hancur saat kehilangan.” Rasulullah SAW pun bersabda:
“Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku takutkan atas kalian. Tetapi aku takut dunia dibukakan untuk kalian sebagaimana telah dibukakan kepada umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba seperti mereka, dan akhirnya kalian binasa seperti mereka.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup: Dunia Bukan Tujuan, Tapi Ujian
Kita hidup dalam dunia yang memesona, namun jangan sampai tertipu olehnya. Nikmatilah keindahannya dengan hati yang sadar. Syukurilah perhiasannya tanpa diperbudak olehnya. Gunakan dunia untuk menyiapkan akhirat, karena dunia hanyalah jalan, bukan rumah. “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”— (HR. Muslim). Di dunia ini, kita hanya singgah sebentar. Keindahan dan perhiasannya adalah kenikmatan yang menguji: apakah kita lalai, atau tetap ingat kepada-Nya. “Dunia bukan tempat tinggal, tapi tempat meninggal.”
Dunia memang memesona. Tapi ia seperti bunga: cantik, harum, namun cepat layu. Maka jangan simpan hati di dunia. Letakkan ia di sisi Tuhan. Jadikan dunia sebagai sarana, bukan tujuan. Sebab yang abadi bukan apa yang kita lihat, tapi apa yang kita bawa saat pulang.
“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.”— (QS. Al-Qashash: 77)
“Dunia cukup indah untuk direnungi, tapi terlalu kecil untuk diabadikan.”