Dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” [HR. Bukhari]
Fenomena yang terjadi pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan adalah berpindahnya keramaian dari musholla dan masjid menuju ke mall dan stasiun. Hal ini kontras dengan anjuran Nabi untuk lebih giat beribadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan guna mencari malam lailatul qadar.
Aisah RA : “Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” [HR. Muslim].
Bahkan Aisyah RA mengatakan:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi SAW memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari]
Cukuplah kiranya motivasi keberadaan amalan pada malam lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan atau 83 tahun alias seumur hidup orang sekarang.
Lalainya kebanyakan dari manusia diisyaratkan oleh Baginda Nabi dalam sabda beliau :
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari]
Yakni orang akan yang mendapatkan keistimewaan lailatul qadar adalah orang yang beriman kepada Allah dan percaya akan pahala akhirat. Mereka yang enggan mencari lailatul qadar itu artinya mereka kurang iman kepada janji-Nya.
Lailatul Qadar berawal dari Kisah Empat laki-laki dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama delapan puluh tahun dengan tanpa maksiat sekejap matapun. Lalu Nabi SAW menyebut Ayub, Zakaria, Hizqil bin ‘Azuz dan Yusa’ bin Nun.” Para sahabatpun takjub dengan kondisi mereka. Lalu Jibril datang kepada Nabi seraya berkata: “Wahai Muhammad, umatmu takjub terhadap ibadah mereka selama delapan puluh tahun dengan tidak maksiat kepada Allah sekejap matapun. Sesungguhnya Allah telah menurunkan sesuatu yang lebih baik dari itu. Lalu Jibril membacakan kepada Nabi SAW,
ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧﺰﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺩْﺭَﺍﻙَ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮ
Lalu Rasulullah SAW serta para sahabat bergembira”. [ad-Durr al-Mantsur]
Rasul SAW memberi tanda-tanda datangnya lailatul Qadar diantaranya udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” [HR. Al-Baihaqi]
Berdasarkan tanda-tanda ini dan pengalaman pribadi, maka terdapat perbedaan antara Al-Ghazali / Abul Hasan As-Sadzili /Nadzam al-Bajuri dalam memprediksi lailatul Qadar menurut awal mula puasanya. Berikut ringkasannya :
Ahad : malam 29/29/27
Senin : malam 21/21/29
Selasa : malam 27/27/25
Rabu : malam 29/19/27
Kamis : malam 25/25/Ganjil>10
Jumat : malam 27/17/29
Sabtu : malam 23 /23/21
Prediksi di atas adalah sekelumit pendapat ulama’ karena Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata:
وقد اختلف العلماء في ليلة القدر اختلافا كثيرا . وتحصل لنا من مذاهبهم في ذلك أكثر من أربعين قولا كما وقع لنا نظير ذلك في ساعة الجمعة
“Ulama berselisih pendapat dalam menentukan malam lailatul qadar, bahkan pendapat tersebut mencapai lebih dari empat puluh pendapat sebagaimana perselisihan dalam penentuan waktu mustajabah di hari jumat. [Fathul bari]
Disimpulkan dari pernyataan Rasul yang memberikan tanda lailatul qadar di pagi harinya dengan matahari yang cerah tak bersorot ini bahwa beribadah di siang harinya sama dianjurkan seperti malam harinya. [I’anatut Thalibin]
Didukung dengan kenyataan bahwa terjadinya malam hari itu tidaklah bersamaan dengan malam di berbagai penjuru dunia. Boleh jadi jika di indonesia sudah malam tapi belahan dunia yang lain masih siang. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk semangat mencari lailatul Qadar. ”Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni Ya Allah Engkau Maha Pengampun, Engkau suka mengampuni, ampunilah aku”.
Penulis:Dr.H.Fathul Bari.,S.S.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata