Pakaian bisa diartikan sebuah benda atau sesuatu yang menempel dalam diri. Sarung yang identik sebagai pakaian yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia hingga kaum santri atau orang-orang beriman di Pesantren. Sejak pra hingga pasca kemerdekaan.
Hari Sarung Nasional adalah hari peringatan yang diadakan di Indonesia untuk mempromosikan dan melestarikan budaya sarung, yang merupakan warisan budaya Indonesia yang kaya dan beragam.
Sarung adalah kain tenun tradisional Indonesia yang digunakan sebagai pakaian atau aksesoris. Sarung memiliki berbagai motif dan warna yang unik dan indah, serta memiliki makna dan simbolisme yang dalam dalam budaya Indonesia.
Hari Sarung Nasional diadakan setiap tahun pada tanggal 3 Maret. Pada hari itu, masyarakat Indonesia diundang untuk mengenakan sarung dan mempromosikan keindahan dan keunikan budaya sarung Indonesia.
Pada 3 Maret 2025 sudah ke-6 kalinya kita merayakan hari spesial itu. Sejak ditetapkan Pemerintah di tahun 2019 dan sepertinya budaya bersarung semakin dicintai, bahkan sampai ke kalangan anak muda sekarang.
Hari Sarung Nasional adalah kesempatan untuk mempromosikan dan melestarikan budaya sarung Indonesia, serta untuk mempromosikan kesadaran dan apresiasi terhadap keindahan dan keunikan budaya Indonesia.
Lalu adakah pengaruh pakaian terhadap karismatik diri?…
Diri yang terdiri dari Jasmani & Ruhani. Jika ke duanya dilapisi oleh pakaian yang istimewa, maka akan mempengaruhi karismatik diri.
Misalnya orang yang berpakaian sarung dan baju takwa, otomatis dengan pakain tersebut akan cenderung memberangkatkan atau meniatkan pergi ke masjid, tempat semua orang akan berupaya menutup aurat sebelum memasukinya. Bukan ke tempat hiburan malam yang dipenuhi orang yang mengumbar aurat.
Contoh lain orang yang memakai pakain khusus pejabat, mulai dari Presiden atau kepala daerah. Dengan pakaian itu, mereka akan merasa terhormat, memiliki kewenangan dan merasa sebagai pemipin rakyatnya.
Ada lagi pakain organisasi yang menjadi ciri khas kelompoknya. Melalui pakaian itu, para anggota merasa lebih kuat, karena jumlah pemakainya dominan di masyarakat. Semua itu hanya contoh pengaruh karismatik pakain yang sifatnya hanya menutupi jasmaninya.
Lalu adakah pakain ruhani yang dapat memberikan pengaruh pada karismatik diri?…
Mungkin ada 3 pakaian Ruhani yang bisa saya contohkan. Mulai dari berpuasa, berdzikir dan berwudhu.
Dikutip dari nu.or.id, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan tiga (3) makna puasa sebagai perisai:
Puasa sebagai perisai dari api Neraka. Disebutkan juga puasa diibaratkan perisai yang digunakan saat berperang untuk melindungi diri dari serangan musuh. Maksudnya ialah karena puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh umat Islam yang diibaratkan sebagai perisai untuk menjaga diri dari api Neraka.
Puasa sebagai perisai yang menjaga pemiliknya dari syahwat yang melukainya. Dalam melaksanakan puasa, umat Islam seyogianya (bahkan diharuskan) menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan membatalkan pahala puasa. Karenanya dalam hadits yang mengatur tentang pelaksanaan puasa disebutkan larangan untuk berkata kotor maupun berbuat hal bodoh seperti menghina, mencela dan lainnya agar pahala puasa yang dilakukan tidak berkurang apalagi lenyap.
Puasa sebagai perisai dari melakukan dosa dan dari api Neraka. Puasa dikatakan benteng dari melakukan dosa dan api Neraka, karena dengan berpuasa seseorang menahan dirinya dari ajakan syahwat di mana Neraka diliputi oleh syahwat.
وقال ابن العربي: إنما كان الصوم جنة من النار لأنه إمساك عن الشهوات, والنار محفوفة بالشهوات
Artinya: “Ibnu Arabi berkata: puasa merupakan perisai dari api Neraka dikarenakan Dia menahan dari syahwat, sedang api Neraka diliputi oleh syahwat”. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari)
Lalu pakaian Ruhani ke 2 ialah berdzikir, “Fadzkurûni adzkurkum” adalah bagian dari ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 152 yang artinya “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu”. Ayat ini merupakan perintah untuk selalu berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan yang tidak. Bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Orang yang senantiasa berdzikir akan merasa diawasi oleh sang Maha Penciptanya. Sehingga setiap perbuatannya bukan hanya berpikir untuk kebaikan sesama manusia. Tetapi juga ada niat pengharapan ridho Alloh sebagai tujuan puncak kemuliaan hidup seorang hamba.
Sedangkan pakaian Ruhani ke 3 ialah berwudhu. Orang yang berwudhu menurut ajaran islam, mereka adalah orang yang suci atau mensucikan diri. Bahkan sebagian muslim yang tingkatan keimanannya sudah lebih tinggi. Mereka tidak hanya berwudhu ketika hendak sholat saja. Tetapi ketika hendak makan, tidur atau berangkat kerja, serta jika batal wudhu langsung wudhu kembali sebagi upaya mempertahankan kondisi kesucian dalam dirinya.
Dari potongan Surat Al – Baqarah ayat 222, dijelaskan:
Innallaaha yuhibbut tawwaabiina wa yuhibbul mutathahhiriin
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan mensucikan diri”
Semoga dengan berbagai penjelasan tersebut, ke depannya kita dapat semakin menyadari pentingnya memakai pakaian yang terbaik untuk Jasmani dan Ruhani yang dititipkan oleh Alloh pada diri setiap manusia.
Penulis: Dwi Arifin ( Jurnalis Media Cetak & Online, Duta Baca Dinas Perpustakaan Kearsipan Daerah Jabar dan Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama Desa Gandasari Kabupaten Bandung)