(TEROPONG INDONESIA)-, Bahtsul Masail Kubro Putri se-Jawa Barat yang digelar Pondok Pesantren Sunanulhuda Cikaroya bersama Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat yang bertempat di Gedung MA Sunanulhuda, Senin (3/2/2025) lalu telah selesai dilaksanakan. Salah satu yang dibahas dalam kegiatan tersebut yakni Sungkem dan Mushofahah kepada Guru.
Salah satu dasar pembahasan adalah maqolah yang populer di kalangan santri: “Ilmu itu didapat dengan mempelajari, keberkahan diperoleh dengan melayani, dan kemanfaatan dihasilkan dengan menaati.” Ungkapan ini menegaskan pentingnya adab dalam menuntut ilmu.
Kesungguhan dalam belajar menjadi faktor utama dalam memperoleh pemahaman yang luas. Namun, tanpa disertai adab terhadap guru, ilmu yang diperoleh tidak akan membawa keberkahan. Sejak dahulu, para ulama menekankan pentingnya adab dalam pendidikan, menjadikannya sebagai aspek fundamental dalam sistem pembelajaran salaf.
Dalam tradisi pesantren, penghormatan terhadap guru dilakukan dengan berbagai cara, seperti sungkem, mengucapkan salam, serta menjaga sikap sopan dalam berbicara dan bertindak. Namun, muncul pertanyaan terkait hukum bersalaman atau sungkem kepada guru lawan jenis yang bukan mahram.
Hasil Bahtsul Masail terkait hukum berjabat tangan (dengan persentuhan kulit secara langsung) antara laki-laki dan perempuan non mahram yang masih berusia muda adalah haram secara mutlak, termasuk musofahah antara guru dan murid. Keharaman ini berlaku baik disertai syahwat atau tidak, aman dari fitnah atau tidak. Namun, jika salah satu atau kedua belah pihak yang berjabat tangan merupakan orang tua (ajuz/syaikh), maka haram menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, dan boleh menurut Hanafiyah dengan syarat tidak disertai dengan syahwat atau fitnah.
Maksud dari kata fitnah dalam rumusan jawaban tersebut yakni ketertarikan dan dorongannya terhadap hubungan suami istri (jimak) atau hal-hal yang menjadi pendahuluannya.
Dalam hal ini, forum memilih pendapat Syafiiyah dan Malikiyah dengan pertimbangan sadd ad-dzari’ah (menutup pintu kemaksiatan).
(Sumber: NU Online Jabar)