Penulis: Dwi Arifin (Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama Desa Gandasari Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung)
Nikmat yang sering dipilih oleh manusia, terkadang sifatnya sementara. Padahal banyak nikmat yang Tuhan pilihkan yang sifatnya akan abadi.
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya”
(Qur’an Surat An-Nahl, ayat 18)
Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tersebut menjelaskan kenikmatan dari Tuhan tak terhitung. Sedangkan kenikmatan yang cenderung dipilih oleh manusia terhitung tak lama. Misalnya saat waktu sholat subuh datang, manusia memilih untuk tetap tidur pulas dari pada bangun untuk sholat berjama’ah atau sholat sunah subuh. Padahal sholat sunah sebelum sholat subuh pahalanya lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Tetapi kadang manusia memilih tidur dari pada sholat, padahal nikmat tidur hanya terbatas beberapa jam saja.
Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin menyebut hadits yang berasal dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا رَوَاهُ الدُّنْيَا مُسْلِمٌ
“Dua rakaat sebelum salat Subuh itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR Muslim)
Contoh lain, saat momen hujan gerimis atau hujan deras datang di waktu subuh atau malam, berbarengan dengan jadwal untuk ngaji ba’da subuh atau ba’da isya. Seolah-olah hujan menjadi penghalang / hambatan, padahal justru itu kenikmatan dan berkah dari Tuhan. Karena jika kita tetap berangkat ngaji, maka setiap tetesan air hujan menjadi saksi saat mengharap ridho Alloh dengan amalan berangkat mengaji yang akan mempermudah jalan ke Surga.
Man salaka thoriiqon yaltamisu fiihi ilman sahhalallahu lahu thoriiqon ila al Jannah yang artinya “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”
Kenikmatan lain yang sering dipilih oleh manusia ialah makan dengan penuh kekenyangaan atau tidak mengikuti perintah nabi saat mengisi perut, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk pernafasan.
Konsep makan Nabi itu akan lebih menyehatkan dan membuat stabil tubuh / kuat. Dari pada makan dengan penuh kekenyangan yang akan cenderung menimbulkan penyakit dan membuat tubuh terasa lemah, karena perut dipenuhi makanan yang membuat tubuh terasa lebih berat atau sesak.
Kenikmatan lainnya disaat memiliki harta terbatas, namun harus berbagi dengan orang yang lebih membutuhkan. Misalnya kita yang hanya sedang memiliki uang Rp.100 ribu, tetapi ada tetangga yang lebih membutuhkan uang sebanyak Rp.50 ribu. Hal itu bisa saja terasa berat, namun jika kita memilih memberikan sebagian harta ke tetangga. Maka kita akan terhindar dari cinta dunia atau kita berhasil dalam latihan menjalankan perintah Alloh tentang menginfakan harta yang cenderung dicintai.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya”
(Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 92)
Bahkan dulu diceritakan dalam Asbabun Nuzul ayat Qur’an, ada ayat yang langsung turun kepada nabi Muhammad, karena amal sholeh dari keluarga yang miskin atau hanya memiliki makanan untuk keluarganya saja yang akan dimakan pada malam hari. Namun ada orang yang tiba-tiba datang yang lebih membutuhkan, lalu keluarga itu lebih memilih untuk memberikan padanya.