Kamis, Maret 20, 2025
Google search engine
BerandaJejak TeladanAnak Polah Bapa Kepradah

Anak Polah Bapa Kepradah

Penulis: Briliani Da’iyah (Ambasador Media Massa Koran SINAR PAGI)

Orang tua zaman dahulu, terutama oleh nenek kakek kita seringkali memberikan petuahnya lewat peribahasa dan cerita-cerita dongeng maupun sejarah. Hal ini membuat kita sebagai anak maupun cucu betah duduk berlama-lama. Merasakan kasih sayang orang tua, merasa nyaman juga asyik penuh kedekatan. Seringkali orang tua bercerita sambil memperagakan dengan gerakan-gerakan yang kadang kala terlihat jenaka, menegangkan, menakutkan, mengherankan, mengagumkan, menyedihkan, membahagiakan dan menjadikan merasakan terhibur.

Sejak duduk di bangku SD bahkan sebelum mengenyam pendidikan formal di sekolahan, salah satu peribahasa yang sudah tak asing lagi di telinga kita yaitu “Anak polah bapa kepradah” dalam Bahasa Jawa. Kurang lebih artinya tingkah polah anak, orang tua juga ikut menanggung akibatnya.

Hal ini membuat anak menjadi lebih hati-hati dan mawas diri dalam bersikap maupun bertingkah. Baik dalam bertutur kata menjaga lisan jika hendak berbicara dan hendak berbuat apapun berpikir berkali-kali terlebih dahulu. Memperhatikan apakah sikap dan perbuatannya sudah baik, benar, dan pantas. Sebab apapun yang kita lakukan akan berdampak ke segala aspek kehidupan dan juga tidak hanya berdampak terhadap diri sendiri. Tapi juga berdampak terhadap orang tua, saudara, kerabat, tetangga, teman, guru, sekolah, tempat tinggal dan lainnya yang ikut menanggung perbuatannya.

Maka lebih berhati-hati, lebih berusaha sebisa mungkin menjauhkan dari keburukan, perbuatan buruk yang berdampak dapat mencoreng nama baik diri sendiri. Penting sekali menjaga integritas diri. Sebab ada pula peribahasa “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.” Peribahasa ini memiliki arti bahwa setiap orang yang sudah meninggal pasti akan dikenang sesuai dengan perbuatannya di dunia.

Waktu sekolah ketika ada anak yang nakal pasti yang dipanggil adalah orang tuanya. Waktu ada seseorang berbuat buruk di masyarakat, orang-orang pun tentu akan menanyakan siapa orang tuanya, saudaranya, tempat tinggalnya dsb. Yang kemudian dikait-kaitkan hingga seringkali berkata “Oh anaknya si itu yah, ya pantes orang tuanya aja begitu. Oh orang sana yah, ya pantes emang adatnya begitu”. Jadi dampaknya luas sekali. Satu perbuatan buruk dapat menghapus segala kebaikan yang pernah dilakukan.

Bukan hanya saat sekolah ataupun di masyarakat. Saat seseorang telah menikah pun segala perbuatan akan berdampak terhadap pasangannya dan juga kepada anaknya. Maka dari itu perlu lebih berhati-hatilah dalam bersikap dan bertingkah. Sayangi mereka dengan salah satu caranya adalah menjaga nama baik diri sendiri.

Lalu bagaimana jika seseorang terlanjur berbuat salah dan mencemari nama baik diri sendiri? Maaf dari satu manusia ke manusia lainnya memang tidaklah mudah. Namun Tuhan Maha Pemaaf. Seiring berjalannya waktu orang lain dapat memaafkan perbuatannya, meski sampai kapan pun tetap kan dikenang. Tapi hidup tetap berjalan. Pertama harus bisa memaafkan diri sendiri, mengakui kesalahan diri sendiri, kemudian berjanji tidak akan mengulanginya kembali.

Pada intinya, hidup kita tidak hanya berdampak terhadap diri sendiri, tapi juga berdampak dan mempengaruhi terhadap segalanya.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments