Penulis: Briliani Da’iyah (Ambasador Media Massa Koran Sinar Pagi)
Sampai kini netizen kerap membanding-bandingkan antara Irish Bella dengan istri Zul Zivilia. Dengan kasus yang sama dan sama-sama masuk penjara. Iris Bella memilih untuk bercerai, kemudian dengan waktu yang menurut netizen terlalu cepat move on untuk menikah lagi. Di sisi lain ada istri Zul Zivilia yang tetap setia menunggu meskipun Zul Zivilia difonis 18 tahun penjara. Hal ini tentu menimbulkan pro dan kontra menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Para netizen pun ramai menyuarakan pendapatnya.
Dari hal ini ada beberapa yang bisa diambil pelajarannya diantaranya yaitu antara berpisah atau bertahan saat badai pernikahan pasangan menyeleweng.
Dalam setiap rumah tangga tentu tidak ada yang sempurna dan tidak ada pasangan pula yang sempurna. Setiap diri seseorang memiliki kelebihan dan kekurangan, juga sebaik apapun seseorang pasti memiliki sisi buruknya sekecil apapun itu. Begitupun seburuk-buruk karakter dan tingkah laku seseorang tentu ada sisi baiknya sekecil apapun itu. Maka dengan perbedaan karakter inilah seringkali pasangan akan menjadi kurang nyaman, namun kemudian menjadikan kesadaran saling pengertian dan memperbaiki diri menjadi pasangan yang lebih baik untuk pasangannya.
Ketika sudah menikah statusnya sudah berbeda apalagi jika sudah memiliki buah hati. Maka tingkah laku perlu dijaga. Sebab sekarang sudah tidak sendiri lagi, maka jika tingkahmu buruk yang malu bukan hanya dirimu. Apa yang tidak disukai pasangan sebisa mungkin untuk tidak dilakukan dan berusaha untuk menjadi pasangan terbaik. Jika memiliki masa lalu maka move on dan tinggalkan, tidak lagi disimpan dalam hati ataupun pikiran dan tidak membandingkan pasangan dengan orang lain. Setia, tidak memandang yang lainnya. Entah itu mantan pacar, mantan suami, teman (seperlunya), pergaulan bebas, kesenangan pribadi/hobby yang mempengaruhi kehidupan pernikahan, bahkan antara keluarga misal orang tua dan saudara harus bisa membedakan tanpa melukai pihak manapun ataupun egois. Karena setelah berumah tangga secara otomatis sudah memiliki keluarga kecil sendiri yang harus dibangun dan dirawat agar sukses rumah tangganya. Ada perasaan yang harus dijaga, ada keharmonisan yang harus dibangun, ada kerukunan yang harus dijaga, ada cinta yang harus dipupuk, ada anak yang harus dididik, ada perbedaan karakter yang harus saling pengertian, dan ada hati yang harus dibikin nyaman tentram damai yang menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga kecilnya.
Jika pernikahan sudah memiliki tujuan, visi misi, dan prinsip yang sama untuk saling membahagiakan pasangan bisa menjadi penguat pernikahan tersebut langgeng dunia akhirat. Namun karena faktor mendasar yang sejatinya paling penting yaitu sejak awal persiapan dan kesiapan seseorang kurang, entah itu persiapan dan kesiapan diri dan pasangan secara lahir batin, hanya mengandalkan CINTA saja sedangkan dalam kehidupan pernikahan pasti ada saja ujian bahkan silih berganti ujiannya. Ketidaktahuan dan ketidakpahaman terhadap pasangan yang sejatinya selama ini tidak begitu kenal dengan pasangannya secara menyeluruh baik karakter sebenarnya, kehidupan aslinya, latar belakang keluarganya, ataupun masa lalunya. Yang pada akhirnya semua itu baru ketahuan setelah menikah dan menjadikan pasangan saling kaget dan tidak siap menerima kenyataan. Akibatnya menimbulkan banyak masalah dan ketidaknyamanan. (Hmm jangankan mikir sampai situ, waktu itu lagi bucin-bucinnya. Dikasih tahu sama orang lain pun ga akan ngaruh. Pokoknya mikirnya yang bahagia-bahagianya aja.)
Kenapa seorang perempuan bisa bertahan meskipun suaminya melakukan penyelewengan? Ketika seseorang menggugat cerai karena kasus penyelewengan seperti narkoba kemudian menikah lagi kenapa dianggap selama menikah artinya tidak cinta dan tidak setia? Lalu kenapa ia yang menyeleweng lebih memilih narkoba ataupun selingkuh, judi, miras dsb? Lalu apakah ia yang memilih kesenangan pribadinya itu dianggap setia? Jelas bukan, hal tersebut telah melukai pasangannya dan mengecewakan. Sejatinya ia pun tidak setia. Hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan pernikahan. Bahasa kasarnya pasangan berarti telah “mengkhianati atau mendzolimi pasangannya”.
Kita tahu kok meskipun ia bersalah namun ia pun sedang terpuruk dan berada di titik terendah. Kita pun paham apa yang ia rasakan. Namun sekali dua kali bahkan berkali-kali dimaafkan tapi masih saja mengulanginya apakah pantas dipertahankan? Semakin dipertahankan semakin sakit dan menjadi mati rasa, hidup menjadi tidak nyaman, kemudian menjadi seperti tidak ada kebahagiaan dalam hidup.
Beda cerita ketika selama menikah pasangannya memperlakukan dengan sangat baik, kemudian suatu hari melakukan kesalahan karena terbawa arus pergaulan yang kerap kali dibilang “hanya sekedar iseng”, lalu sadar akan kesalahannya dan tidak akan mengulangi lagi seumur hidupnya. Maka tidak ada salahnya memberikan kesempatan kedua kepadanya.
Bukan berarti yang memilih melepaskan tidak kuat, karena ia sudah sangat kuat selama ini memaafkan berkali-kali. Namun yang memilih mempertahankan bukan berarti bodoh atau tidak waras, karena setiap orang memiliki alasan, telah mempertimbangkannya matang-matang, dan itu pilihan hidupnya. Karena melepaskan tidaklah mudah dengan berbagai pertimbangan. Kemudian menemukan sosok lain pun tidak mudah karena belum tentu cocok dan tidak ingin terulang hal yang sama. Jadi lebih memilih bertahan dan memasrahkan kepada Tuhan sampai titik akhir biar Tuhan yang menentukan. Tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan. Yang terpenting adalah bisa menjaga diri, menjaga kewarasan diri, dan menjaga anak.
Ada banyak kisah pernikahan yang langgeng sampai menua bersama meskipun setiap hari ribut, suami tidak menafkahi, pasangan selingkuh, pasangan memperlakukan dengan tidak baik, bahkan KDRT sampai babak belur tapi tetap saja langgeng. Tapi balik lagi dengan tujuan hidup masing-masing. Apakah pernikahan demikian yang diinginkan??
Bertahan karena anak? Ayah/ibu sambung tidak sama dengan ayah/ibu kandung? Ada benarnya, tapi tidak selalunya. Jika sejak awal saja sudah mempertimbangkan untuk menikah lagi, itu artinya sudah mempertimbangkan pula calon ayah/ibu sambung untuk anaknya. Ketika remaja mungkin saja ada kalanya anak merasa bingung dan kurang nyaman dengan ayah/ibu sambung, tapi semakin dewasa ia akan semakin mengerti dan paham bahwa itu yang terbaik untuknya. Diskusikan hal tersebut dengan calon pasangan barumu tentang anak sambung kedepannya agar anak tersebut tetap nyaman dan tidak merasa kekurangan kasih sayang ataupun kehilangan sosok ayah/ibu apalagi menimbulkan trauma mendalam.
Perempuan setelah bercerai menikah lagi untuk apa? Jika hanya ingin dinafkahi sebenarnya itu bukan alasan yang tepat, karena tentang dinafkahi itu memang secara otomatis kewajiban seorang suami kepada istrinya. Bahkan seorang istri walaupun dinafkahi suami sebisa mungkin perlu produktif agar tetap siap jika sesuatu telah terjadi. Karena suami hanyalah titipan Tuhan. Seseorang berhak bahagia dengan pasangannya. Dengan berpasangan menjadikan hidup lebih tentram, contoh kecilnya saja menghindari pertanyaan “Kapan nikah?”. Jadi menikah adalah sebuah kebutuhan akan patner hidup.
Kemudian mengapa seseorang bisa melakukan penyelewengan? Dalam kehidupan pernikahan kadang ada kalanya seseorang mengalami kebosanan karena bersama dengan orang itu-itu saja, dengan aktivitas yang begitu-begitu saja, mencintai/dicintai dengan cara itu-itu saja, pasangan yang nyebelin/terlalu banyak menuntut, dan banyak faktor lainnya yang membuat BOSAN atau setres/frustasi. Karena bosan akhirnya mencari kebahagiaan, kesenangan atau kepuasan di luaran. Untuk itu suami istri perlu mengevaluasi menghindari kebosanan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan yang menjadikan kehancuran rumah tangga.
Seperti yang kita ketahui bahwa terbentuknya karakter dan kepribadian seseorang terjadi karena banyak faktor. Namun faktor utama yaitu karena pola asuh dan lingkungan. Jika pola asuh dan lingkungan kehidupan pergaulan seseorang baik maka ada kemungkinan seseorang akan menjadi pribadi yang baik. Lalu jika hidup dengan orang-orang toxic dengan lingkungan toxic pula kemungkinan besarkan seseorang akan terbentuk menjadi orang toxic.
Pola asuh orang tua ataupun orang terdekat dan lingkungan kehidupan pergaulan inilah yang akan mempengaruhi kehidupan seseorang nantinya. Suatu penyakit yang tidak terlihat namun sangat mempengaruhi seseorang itu ada yaitu penyakit mental ataupun gangguan kepribadian. Hal ini bisa terjadi oleh siapa saja dengan berbagai faktor tentunya. Maka jangan heran ketika seseorang setelah menikah bisa melakukan penyelewengan ataupun memperlakukan pasangan dengan tidak baik. Iya itu tadi, bisa saja karena faktor pola asuh dan lingkungan kehidupan pergaulan sehingga menimbulkan trauma mendalam. Seseorang manusia bisa menjadi manusia yang temperamental, egois, hanya mementingkan dirinya sendiri, memiliki kelainan seksual, bahkan tidak bisa merasakan kasih sayang orang lain meskipun seseorang sangat menyayanginya dengan sangat tulus.
Untuk itu dengan banyaknya kasus dalam kehidupan pernikahan ini menjadi pelajaran sangat berharga dan penuh kehati-hatian untuk menikah ternyata banyak hal yang perlu diperhatikan, dipersiapkan, dan dipertimbangkan dengan matang. Kemudian kita yang sudah menikah dan menjadi orang tua pun berusaha menjadi orang tua yang baik, memperhatikan dalam menerapkan pola asuh terhadap anak dan hidup di lingkungan pergaulan yang baik pula. Jika dulu kita dibesarkan oleh orang tua toxic kemudian kita menjadi manusia toxic pula, maka setelah disadari sedikit demi sedikit berubah menjadi manusia yang baik, putus rantai karakter toxic dalam diri agar anak kita pun tidak menjadi manusia yang toxic pula. Serta menciptakan keluarga kecil yang harmonis dan penuh kasih sayang.