Kamis, Maret 20, 2025
Google search engine
BerandaMimbar Jum'atMencapai Sholat Khusyu

Mencapai Sholat Khusyu

Diriwayatkan dari Abud Darda’ RA, Rasul SAW bersabda :
أَوَّلُ مَا يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوعُ حَتَّى لَا تَرَى فِيْهَا خَاشِعًا
Perkara pertama yang diangkat (hilang) dari ummat ini adalah khusyu’ sehingga engkau tidak menemukan orang yang shalat dengan khusyu’. [HR Thabrani]

Shalat sangatlah penting bagi seorang muslim. Tidak hanya sebagai kewajiban namun shalat bisa menjadikannya sebagai muslim yang baik karena shalat bisa menjauhkannya dari kejelekan. Allah SWT berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. [QS Al-‘Ankabut : 45]

Jika ada fakta orang yang shalat namun ia tetap melakukan kejelekan maka shalatnya haruslah lebih diperhatikan. Adakah kesalahan dalam shalatnya. Dalam hadits disebutkan :
مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً
Barang siapa yang shalatnya tidak bisa menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah melainkan bertambah jauh dari-Nya. [Ihya]

Ya, boleh jadi orang itu mengerjakan shalatnya dengan asal-asalan, ia mengerjakannya dengan lalai dan tidak khusyu’ dalam shalatnya. Imam Ghazali berkata :
وَالصَّلاَةُ مُنَاجَاةٌ فَكَيْفَ تَكُونُ مَعَ الْغَفْلَةِ؟
Shalat itu munajat (berbisik kepad Allah) maka bagaimana bisa shalat itu dilakukan dengan lalai? [Ihya]

Maka shalat itu tidak cukup dikerjakan sesuai syarat dan rukunnya, namun khusyu juga merupakan hal yang tak boleh diabaikan. Allah SAWt berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. [QS Al-Mu’minun 1-2]

Khusyu’ itu sulit dilakukan apalagi di akhir zaman seperti sekarang ini. Nabi SAW dalam hadits utama bersabda : Perkara pertama yang diangkat (hilang) dari ummat ini adalah khusyu’ sehingga engkau tidak menemukan orang yang shalat dengan khusyu’. [HR Thabrani]

Namun demikian kita harus tetap berusaha belajar khusyu’ dalam shalat karena shalat yang dilakukan dengan lalai, maka itu akan sia-sia. Dalam hadits disebutkan :
لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى صَلَاةٍ لَا يُحْضِرُ الرَّجُلُ فِيْهَا قَلْبَهُ مَعَ بَدَنِهِ
Allah tidak memperhatikan shalat yang mana orangnya tidak menghadirkan hati bersama badannya [Ihya]

Bagaimana cara agar kita bisa shalat dengan khusyu’? Rasul SAW memberikan tipsnya. Dalam satu hadits disebutkan :
وَإِذَا صَلَّيْتَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ
“Dan jika engkau shalat, maka lakukan shalat seperti shalatnya orang yang berpamitan” [Ihya]

Imam ghazali menjelaskan maksud berpamitan adalah :
مُوَدِّعٌ لِنَفْسِهِ مُوَدِّعٌ لِهَوَاهُ مُوَدِّعٌ لِعُمْرِهِ سَائِرٌ إِلَى مَوْلَاهُ
(Orang yang shalat itu berpamitan karena ia akan) meninggalkan hawa dan nafsunya dan juga meninggalkan umurnya (akan meninggal dunia) dan ia mulai berjalan menuju Tuhannya. [Ihya]

Dengan cara shalat yang demikian, maka pantaslah jika Sayyidah Aisyah menceritakan bahwa Rasul SAW bercengkrama dengan kami lalu ketika waktu shalat tiba maka :

فَكَأَنَّهُ لَمْ يَعْرِفْنَا وَلَمْ نَعْرِفْهُ
Seakan-akan beliau tidak mengenali kami dan kami tidak mengenalinya. [Ihya]

Bagaimana cara agar kita bisa shalat dengan khusyu’? Sahabat Ali Karramallahu Wajhah punya kiatnya. Ali bin Abi Thalib RA, ketika hendak shalat maka badannya gemetar dan wajatnya pucat pasi. Ketika ditanya mengenai hal itu maka ia menjawab :
جَاءَ وَقْتُ أَمَانَةٍ عَرَضَهَا اللهُ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلْتُهَا
Telah tiba waktu mengemban amanat yang dahulu ditawarkan oleh Allah keapda langit, bumi dan gunung namun mereka menolaknya dan meminta belas kasihan agar amanat tersebut tidak dibebankan kepada mereka dan sekarang aku akan mengemban amanat tersebut (shalat). [Ihya]

Bagaimana cara agar kita bisa shalat dengan khusyu’? … Ada tips dari cicit Nabi SAW yaitu agar setiap hendak shalat kita membayangkan akan menghadap siapa. Ali bin Al-Husain sehabis berwudlu (untuk shalat), mukanya menjadi pucat pasi. Maka keluarganya bertanya penyebabnya. Lalu ia menjawab :
أَتَدْرُوْنَ بَيْنَ يَدَيْ مَنْ أُرِيْدُ أَنْ أَقُوْمَ؟
Tahukah kalian, aku akan menghadapa kepada siapa? [Ihya]

Bagaimana cara agar kita bisa shalat dengan khusyu’? Ada tips yang lebih terperinci dari seorang ulama yang dalam kita Siyar A’almin Nibala digelari sebagai “Luqmanul Hadzihil Ummah” (Luqman hakimnya ummat muhammad SAW)”. Ulama abad ketiga Hijriyah yang wafat pada tahun 237 H dan pernah berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Ia adalah Hatim Al-Asham.

Ketika ia ditanya mengenai shalat (khusu’)nya Hatim berkata : “Ketika datang waktu shalat maka aku berwudlu dengan sempurna lalu aku mendatangi tempat shalat dan duduk di situ sehingga semua anggota badanku tenang. Kemudian aku berdiri untuk shalat sambil membayangkan ka’kab ada di hadapan pandanganku, titian shirath membentang di bawah telapak kakiku, surga di kananku dan neraka di kiriku, malaikat maut ada di belakangku dan akupun menyangka bahwa shalat yang aku kerjakan adalah shalat terakhirku. Aku berdiri dengan harap-harap cemas lalu aku membaca takbir “Allahu Akbar” dengan mantab dan jelas lalu aku mulai membaca bacaan shalat dengan tartil (pelan). Ketika rukuk aku melakukannya dengan tawadlu, aku sujud dengan khusyu’ lalu aku duduk sesuai aturan hingga selesai. Dan terakhir aku meng-ikhlaskan shalatku namun aku tidak tahu apakah shalatku diterima ataukah tidak?”. [Ihya]

Dengan melakukan shalat yang demikian maka wajarlah banyak cerita-cerita kekhusyu’an dari para ulama yang mempraktekkannya. Diantaranya adalah Said At-Tanukhi, ia ketika shalat maka air mata tak henti-hentinya mengalir dari pipi hingga ke jenggotnya.

Khalaf bin Ayyub ia adalah orang yang khusu’ dalam shalatnya. Ia tidak mengusir lalat bahkan badannya tidak bergerak sedikitpun meskipun ia di kerubungi lalat ketika sedang shalat. Orang-orangpun bertanya mengenai rahasia kesabarannya dalam menahal gatal karena lalat sepanjang shalatnya. Ia berkata : Jika seorang penjahat ia sabar menahan sakitnya cambukan di depan penguasa supaya ia disebut sebagai orang yang tahan pukul dan iapun bangga dengan predikat itu maka bagaimana aku tidak sabar karena seekor lalat sedangkan aku berada di hadapan tuhanku (shalat)?”.

Muslin Bin Yasar ketika hendak shalat ia berkata kepada keluarganya :”Silahkan kalian berbicara karena aku tidak akan mendengar pembicaraan kalian (ketika akhu shalat).” Dan pernah satu ketika ia sedang shalat di Masjid Jami’ Kota Bashrah. Ketika ia sedang shalat, sebagian gedung masjid runtuh dan orang-orang ramai berkumpul melihat kejaidan tersebut namun ia tidak menyadari hal itu sehingga ia rampung dari shalatnya. [Ihya]

Namun demikian shalat khusyu’ itu tidaklah harus merasakan pengalaman seperti kisah-kisah di atas. Rasul SAW adalah teladan terbaik dalam shalat khusyu’ namun beliau dalam berbagai hadits diceritakan bahwa beliau masih sadar dengan situasi kondisi sekitar tempat shalatnya.

Satu ketika Nabi mengimami shalat dengan melakukan sujud dalam waktu yang lama sehingga selepas shalat, orang-orang bertanya “wahai Rasulullah SAW, saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu?” Beliau menjawab,
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain) menjadikanku sebagai kendaraan (menaiki punggungku), maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (Aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya” [HR An-Nasa’i’]

Rasul SAW juga menganjurkan imam shalat berjamaah agar memperhatikan kepentingan jamaahnya. Rasul SAW bersabda :
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ
“Jika salah seorang dari kalian menjadi imam shalat, hendaklah dia melaksakannya dengan cepat, karena di antara mereka ada orang yang lemah, orang yang sakit dan orang berusia lanjut. Namun bila dia shalat sendiri maka silahkan dia panjangkan sesukanya.” [HR Bukhari]

Perintah itupun juga dipraktekkan sendiri. Beliau bersabda :
إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ
“Aku pernah ingin memanjangkan shalat, namun aku mendengar tangisan bayi. Maka aku pendekkan shalatku karena khawatir akan memberatkan ibunya.” [HR Bukhari]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus belajar khusyu’ ketika shalat dengan sehingga kita bisa melakukan shalat dengan khusyu’ meskipun kita berada di akhir zaman.

Penulis: Dr.H.Fathul Bari.,S.S.,M.Ag

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim

https://www.youtube.com/watch?v=Yrj86bOh4sY

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Most Popular

Recent Comments