Oleh: Asep Tapip Yani
(Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta)
Menarik membicarakan produktivitas dan kesejahteraan karyawan, seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan sama-sama bernilai. Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi mengenai model kerja di perusahaan, terutama di Asia, semakin intens. Dua di antaranya yang paling sering dibahas adalah model kerja 7-0-3 dan 9-9-6. Keduanya menawarkan pendekatan yang sangat berbeda dalam manajemen waktu dan produktivitas, serta memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan karyawan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi kedua model kerja ini, memahami kelebihan dan kekurangannya, serta menganalisis mana yang mungkin lebih baik untuk diterapkan di dunia kerja modern.
Apa Itu 7-0-3?
Model kerja 7-0-3 adalah konsep kerja yang relatif baru yang semakin populer di kalangan perusahaan yang berfokus pada kesejahteraan karyawan. Angka-angka ini merujuk pada jam kerja, di mana karyawan diharapkan bekerja selama 7 jam sehari dengan 0 jam lembur dan 3 hari libur dalam seminggu. Pada dasarnya, karyawan bekerja selama 35 jam dalam seminggu dan memiliki tiga hari penuh untuk beristirahat.
Model ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Dengan mengurangi jumlah jam kerja dan menambah waktu istirahat, perusahaan berharap dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas karyawan. Selain itu, dengan tidak adanya lembur, model 7-0-3 juga bertujuan untuk mengurangi stres yang sering dikaitkan dengan budaya kerja yang menuntut jam kerja yang panjang.
Apa Itu 9-9-6?
Model 9-9-6 telah lama menjadi norma di banyak perusahaan teknologi di China, terutama di perusahaan raksasa seperti Alibaba, Tencent, dan Huawei. Angka 9-9-6 merujuk pada jam kerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam, selama 6 hari dalam seminggu. Total, karyawan dalam sistem ini bekerja sekitar 72 jam seminggu.
Model kerja 9-9-6 terkenal karena mendorong produktivitas yang tinggi dan dedikasi total dari karyawan. Perusahaan yang mengadopsi sistem ini sering kali menganggapnya sebagai bagian penting dari budaya perusahaan, di mana komitmen terhadap pekerjaan dianggap sebagai kunci untuk mencapai kesuksesan. Namun, model ini juga telah menuai kritik tajam karena dianggap eksploitatif dan merugikan kesejahteraan fisik dan mental karyawan.
Perbandingan Produktivitas
Ketika membandingkan produktivitas antara model 7-0-3 dan 9-9-6, penting untuk mempertimbangkan dua hal: output kerja dan dampak jangka panjang.
Model 9-9-6 sering kali diidentikkan dengan produktivitas tinggi karena karyawan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja. Dengan waktu kerja yang panjang, secara teori, karyawan dapat menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dan mencapai target yang lebih ambisius. Banyak perusahaan teknologi besar di China yang mengadopsi model ini telah menunjukkan pertumbuhan pesat, yang sering kali dikaitkan dengan dedikasi karyawan mereka yang bekerja di bawah sistem 9-9-6.
Model 7-0-3 menawarkan pendekatan yang berbeda terhadap produktivitas. Dengan jam kerja yang lebih singkat dan lebih banyak waktu istirahat, karyawan diharapkan dapat bekerja dengan lebih fokus dan efisien selama jam kerja mereka. Studi menunjukkan bahwa produktivitas tidak hanya bergantung pada jumlah jam kerja, tetapi juga pada kualitas kerja dan kesejahteraan karyawan. Ketika karyawan memiliki waktu istirahat yang cukup, mereka cenderung lebih kreatif, lebih energik, dan lebih termotivasi untuk bekerja secara efektif.
Dampak Terhadap Kesejahteraan Karyawan
Salah satu perbedaan terbesar antara kedua model ini adalah dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan.
Model 9-9-6 sering kali dikaitkan dengan tingkat stres yang tinggi, kelelahan, dan burnout. Bekerja selama 12 jam sehari, enam hari seminggu, dapat menguras energi karyawan, baik secara fisik maupun mental. Banyak karyawan yang bekerja di bawah sistem ini melaporkan kurang tidur, kelelahan kronis, dan kurangnya waktu untuk kehidupan pribadi. Dalam jangka panjang, ini dapat mengarah pada masalah kesehatan serius dan menurunnya kualitas hidup.
Model 7-0-3 dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan memberikan mereka lebih banyak waktu untuk beristirahat, bersantai, dan menjalani kehidupan di luar pekerjaan. Dengan tidak adanya lembur dan adanya tiga hari libur dalam seminggu, karyawan dapat memiliki waktu yang cukup untuk berolahraga, bersosialisasi, dan mengejar hobi mereka. Semua ini berkontribusi pada keseimbangan hidup yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik mereka.
Budaya Kerja dan Ekspektasi Perusahaan
Budaya kerja juga memainkan peran penting dalam menentukan model kerja yang lebih baik. Di banyak negara Asia, termasuk China, budaya kerja sering kali sangat kompetitif dan menuntut dedikasi total dari karyawan. Dalam konteks ini, model 9-9-6 mungkin lebih sesuai dengan ekspektasi perusahaan dan norma sosial yang menganggap kerja keras sebagai nilai yang tinggi.
Namun, di negara-negara Barat, seperti di Eropa, model kerja yang lebih fleksibel dan seimbang seperti 7-0-3 menjadi semakin populer. Perusahaan di negara-negara ini sering kali lebih menekankan pada kesejahteraan karyawan dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Budaya kerja yang lebih inklusif dan berfokus pada karyawan ini memungkinkan perusahaan untuk menarik talenta terbaik dengan menawarkan lingkungan kerja yang mendukung.
Hukum dan Peraturan Ketenagakerjaan
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah hukum dan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di masing-masing negara. Di banyak negara, ada batasan ketat terhadap jumlah jam kerja maksimum dan lembur yang dapat diberlakukan oleh perusahaan. Misalnya, di negara-negara Uni Eropa, Undang-Undang Kerja biasanya membatasi jumlah jam kerja hingga 48 jam seminggu, termasuk lembur.
Di China, meskipun ada hukum yang mengatur jam kerja, penerapannya sering kali lebih longgar, terutama di sektor teknologi. Model kerja 9-9-6 meskipun kontroversial, masih umum digunakan di banyak perusahaan besar. Namun, meningkatnya tekanan dari masyarakat dan advokasi hak-hak pekerja telah mulai mendorong perubahan menuju model kerja yang lebih manusiawi.
Fleksibilitas dan Adaptasi
Model 7-0-3 menawarkan fleksibilitas yang lebih besar bagi karyawan. Dengan jam kerja yang lebih pendek dan lebih banyak waktu luang, karyawan memiliki lebih banyak kontrol atas bagaimana mereka mengatur waktu mereka di luar pekerjaan. Ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, memungkinkan mereka untuk mengejar pendidikan, menghabiskan waktu dengan keluarga, atau bahkan memulai usaha sampingan.
Sebaliknya, model 9-9-6, dengan tuntutan waktunya yang ketat, sering kali tidak memberikan ruang bagi karyawan untuk mengejar minat pribadi atau pengembangan diri di luar pekerjaan. Hal ini dapat membatasi kemampuan karyawan untuk tumbuh di luar peran mereka di perusahaan dan dapat menyebabkan ketidakpuasan jangka panjang.
Dampak Terhadap Inovasi dan Kreativitas
Inovasi dan kreativitas adalah aspek penting dalam kesuksesan jangka panjang perusahaan, terutama di industri teknologi dan kreatif. Ada perdebatan tentang model kerja mana yang lebih kondusif untuk inovasi.
Pendukung model 9-9-6 berpendapat bahwa dedikasi waktu yang besar memungkinkan karyawan untuk fokus secara mendalam pada proyek dan masalah yang kompleks, yang dapat menghasilkan solusi inovatif. Mereka berpendapat bahwa kecepatan dan intensitas kerja dalam model 9-9-6 dapat mendorong terobosan-terobosan besar.
Namun, model 7-0-3 berargumen bahwa inovasi lebih mungkin terjadi ketika karyawan tidak merasa terlalu terbebani oleh pekerjaan. Dengan lebih banyak waktu istirahat, karyawan memiliki kesempatan untuk mengisi ulang energi, berpikir dengan lebih jernih, dan menemukan ide-ide baru yang segar. Kreativitas sering kali muncul dari kemampuan untuk beristirahat dan merenung, yang lebih mungkin terjadi dalam lingkungan kerja yang tidak terlalu menuntut.
Pendekatan Hibrida dan Fleksibilitas
Pendekatan hibrida dapat menggabungkan elemen terbaik dari kedua model 7-0-3 dan 9-9-6. Misalnya, perusahaan dapat menerapkan jam kerja standar yang lebih pendek seperti dalam model 7-0-3, tetapi memberikan fleksibilitas untuk bekerja lebih lama ketika diperlukan, seperti menjelang tenggat waktu proyek penting. Karyawan juga dapat diberikan kebebasan untuk memilih hari kerja mereka, memungkinkan mereka untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi.
Fleksibilitas ini bisa mengurangi tekanan yang datang dengan model kerja yang lebih kaku seperti 9-9-6, sekaligus mempertahankan produktivitas tinggi saat diperlukan. Dengan cara ini, perusahaan bisa mendapatkan yang terbaik dari kedua dunia: produktivitas yang tinggi dari model kerja intensif, serta kesejahteraan karyawan yang lebih baik dari model kerja yang lebih seimbang.
Pendekatan Berbasis Hasil
Selain itu, banyak perusahaan kini mulai beralih ke pendekatan berbasis hasil atau “output-based work”. Alih-alih memfokuskan pada jumlah jam kerja, pendekatan ini lebih menekankan pada hasil atau output yang dihasilkan oleh karyawan. Dalam sistem ini, karyawan dinilai berdasarkan pencapaian target yang telah disepakati, bukan berdasarkan jumlah waktu yang mereka habiskan di kantor.
Model ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi kekakuan model 9-9-6 sekaligus memastikan bahwa produktivitas tetap tinggi meskipun karyawan bekerja dengan jam yang lebih fleksibel. Dalam pendekatan berbasis hasil, karyawan memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengatur waktu mereka, yang dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja. Di sisi lain, ini juga mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan dan metrik kinerja yang jelas, serta menciptakan budaya kepercayaan dan tanggung jawab.
Dampak pada Retensi dan Rekrutmen Talenta
Salah satu dampak penting dari pilihan model kerja adalah bagaimana hal tersebut mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menarik dan mempertahankan talenta terbaik. Di pasar tenaga kerja yang kompetitif, perusahaan yang menawarkan keseimbangan kerja dan kehidupan yang baik cenderung lebih menarik bagi calon karyawan, terutama generasi milenial dan Gen Z yang semakin menghargai fleksibilitas dan kualitas hidup.
Model kerja yang terlalu menuntut, seperti 9-9-6, mungkin sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang, terutama di era di mana karyawan semakin menyadari pentingnya kesehatan mental dan fisik. Perusahaan yang terus-menerus menuntut jam kerja yang panjang mungkin menghadapi tingkat turnover yang tinggi, yang pada akhirnya dapat merugikan bisnis mereka. Sebaliknya, perusahaan yang mengadopsi model kerja yang lebih manusiawi seperti 7-0-3 atau pendekatan fleksibel lainnya mungkin dapat mempertahankan karyawan yang lebih loyal dan termotivasi.
Keseimbangan di Era Digital
Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara kita bekerja. Kemajuan teknologi telah memungkinkan banyak pekerjaan dilakukan dari jarak jauh, mengubah paradigma tradisional tentang tempat dan waktu kerja. Dalam konteks ini, model kerja yang terlalu kaku atau berbasis waktu seperti 9-9-6 mungkin terasa kurang relevan. Banyak perusahaan teknologi global kini mulai mengeksplorasi model kerja jarak jauh atau hybrid yang memberikan karyawan kebebasan untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja.
Model kerja 7-0-3, dengan fokus pada keseimbangan dan fleksibilitas, lebih mudah beradaptasi dengan tren ini. Dengan teknologi yang memungkinkan kolaborasi lintas zona waktu dan alat manajemen proyek yang canggih, perusahaan dapat memastikan bahwa pekerjaan tetap berjalan lancar tanpa harus menuntut jam kerja yang panjang dari karyawan. Fleksibilitas dalam model kerja ini juga memungkinkan karyawan untuk lebih kreatif dalam menyelesaikan tugas, karena mereka bisa memilih waktu yang paling produktif bagi mereka untuk bekerja.
Masa Depan Model Kerja
Melihat perkembangan dan perubahan dalam dunia kerja, mungkin saja kita akan melihat lebih banyak variasi dan fleksibilitas dalam model kerja di masa depan. Pendekatan one-size-fits-all mungkin tidak lagi relevan di era di mana personalisasi dan keseimbangan semakin dihargai. Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan karyawan dan menawarkan fleksibilitas dalam model kerja kemungkinan akan memiliki keunggulan kompetitif di masa depan.
Penting bagi para pemimpin perusahaan untuk tidak hanya mempertimbangkan produktivitas jangka pendek, tetapi juga dampak jangka panjang dari pilihan model kerja terhadap kesejahteraan karyawan dan budaya perusahaan. Dengan membuat keputusan yang bijak dan mempertimbangkan berbagai faktor yang telah dibahas dalam artikel ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga sehat dan berkelanjutan.
Kesimpulan: Mana yang Lebih Baik?
Memilih antara model kerja 7-0-3 dan 9-9-6 bukanlah keputusan yang mudah, dan jawabannya mungkin berbeda tergantung pada konteks perusahaan, budaya, dan industri.
Model 9-9-6 mungkin sesuai untuk perusahaan yang membutuhkan tingkat produktivitas tinggi dan kecepatan dalam mencapai target ambisius. Namun, risiko terhadap kesejahteraan karyawan dan potensi burnout harus menjadi pertimbangan serius bagi perusahaan yang memilih model ini.
Model 7-0-3 lebih cocok untuk perusahaan yang menghargai keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, serta yang menganggap kesejahteraan karyawan sebagai prioritas. Dalam jangka panjang, model ini mungkin lebih berkelanjutan, dengan karyawan yang lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih kreatif.
Pada akhirnya, tidak ada satu model kerja yang sempurna untuk semua orang. Setiap perusahaan perlu mempertimbangkan kebutuhan bisnis mereka serta kesejahteraan karyawan saat memutuskan model kerja yang paling sesuai. Mungkin juga bermanfaat untuk bereksperimen dengan pendekatan hibrida atau menawarkan fleksibilitas yang lebih besar, sehingga karyawan dapat memilih model kerja yang paling sesuai dengan gaya hidup dan kebutuhan mereka.
Baik model 7-0-3 maupun 9-9-6 memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Model 9-9-6 mungkin memberikan dorongan produktivitas yang tinggi dalam jangka pendek, namun dapat mengorbankan kesejahteraan karyawan dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang. Sebaliknya, model 7-0-3 menekankan keseimbangan dan kesejahteraan, yang dapat menghasilkan produktivitas yang lebih berkelanjutan dan karyawan yang lebih puas.
Perusahaan harus mempertimbangkan dengan cermat apa yang paling penting bagi mereka dan karyawan mereka ketika memilih model kerja. Dalam dunia kerja yang terus berubah, fleksibilitas dan adaptasi mungkin menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan jangka panjang. Pendekatan yang menggabungkan elemen terbaik dari berbagai model, serta memperhatikan kesejahteraan karyawan, mungkin menjadi jalan tengah yang ideal untuk mencapai keseimbangan antara produktivitas dan kebahagiaan karyawan.